Pages

Sabtu, 14 November 2009

Kegaulan seorang Pendidik

.......................................................Menjadi kepala rumah tangga ternyata bukan persolan remeh. Tidak hanya sekedar memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga, dengan terpenuhinya sandang, pangan, papan dan pendidikan tinggi untuk masa depan anak. Tidak hanya itu, tetapi lebih dari bagaimana melindungi anak dan istri agar terhindar dari lumatan api neraka. Ini tugas yang tidak ringan, membentuk keluarga yang berkarakter qurani. Apalagi arus pollutan globalisasi sudah masuk ke sendi-sendi keluarga, melalui kotak televisi, anak-anak dan istri dijejali tayangan-tayangan yang berbau ghoswul fikri, budaya hedonisme pun mengepung.

Kegelisahan seorang ayah akhir zaman terhadap fenomena zaman yang kian kering dari nilai-nilai langit (Ilahiyah). Alam raya semakin menua, sementara perilaku para penduduk bumi dihiasi oleh pembangkangan yang tak berkesudahan kepada Sang Pemilik Alam Raya. Allah azza wajalla.

Lihatlah, banyak diantara kita yang malah merusak ekosistem alam, keseimbangan alam, bumi menjadi kering, hutan menjadi gundul. Akibatnya bencana alam, pemanasan global yang mengancam kehidupan manusia. Dalam situs www.okezone.com (15/10), menyebutkan akibat dari pemanasan global ini kutub utara yang menyimpan sejumlah massa es terbesar di dunia diperkirakan akan menghilang dan berubah menjadi lautan dalam kurun waktu 20 hingga 30 tahun ke depan.

Itulah keresahan yang dirasakan sahabat karib saya, ia mengatakan akankah anak cucunya dimasa yang akan datang terancam tidak bisa menikmati keindahan alam?. Bisakah ia mewariskan pusaka keindahan alam ke anak cucunya?, karena detik-demi detik bumi dijarah keindahannya oleh tangan-tangan yang (katanya) paling tinggi akalnya. Yang harusnya menjaga kelestariannya.

Sahabat saya itu adalah keluarga muda yang baru dikarunikan seorang anak. ”Saat anak pertama kami lahir, perasaan kami membuncah karena kehadiran sang bayi sudah lama dinantikan,” ujar sang sahabat memulai pembicaraan saat berbagi kegelisahan hati. Saat ini anaknya genap tiga bulan.

Kegelisahannya tidak berhenti disitu. Ia mengatakan bahwa amanah sebagai imam keluarga saat hidup pada zaman yang penuh dengan fitnah, harus membutuhkan amunisi iman yang kuat. ”Kalau sang imam keluarganya saja ringkih iman, lalu bagaimana mau membentuk keluarga berkarakter ibadah?,”

Padahal ia membuat visi hidup yang salah satu poinnya adalah terciptanya generasi baru dengan membentuk anak-anak berjiwa Al Quran. Ia merasa gelisah terhadap masa depan anak-anaknya kelak, saat tumbuh kembangnya hingga sang anak menjadi pria dewasa. Mampukah melewati berbagai tipuan setan. ”Apakah saya mampu mendidik anak-anakku menjadi generasi robbani,” tanya sang sahabat.

Mungkin dengan dengan berbagi kegelisahan hati sang sahabat bisa terobati. Ia pun mulai menceritakan dan berbagi kegalauan yang menyelimuti hatinya dan memulai tulisannya....

Ketahuilah anakku
Saat kau lahir, ribuan rekaman cerita memilukan masih menghiasi wajah ummat Muhammad. Muslimah ditusuk di negeri yang mengkampanyekan Liberty, hanya karena ia menampakkan identitas keislamannya. Negeri-negeri muslim masih dikangkangi rantai kezaliman dan dihinakan para penduduknya. Belum lagi virus ’SEPILIS’ (sekulerisme, pluralisme, liberalisme) merongrong negeri-negeri Islam. Mencuci otak muslim menjadi westernis.

Karena kau anak akhir zaman. Ayahmu ini tidak tahu, wajah Islam tahun 2030? Apakah semakin lusuh dan pucat? Karena penguasa tiran semakin keranjingan menumpahkan darah-darah suci. Yang jelas kau akan hidup di masa ajaran Islam kian asing. Yang penuh dengan fitnah, jebakan, konspirasi. Kebenaran disalahkan, kesalahan dilegalkan dan didukung massa.

Jika tahun 1924 adalah awal bercokolnya periode mulkan jabariyah, maka tahun 2030 genap berumur 106 tahun, dan saat itu kau berusia 21 tahun. Ayahmu tidak mengerti, apakah fitnah huru hara akhir zaman kian mengerikan? Orang-orang sholeh menjadi obyek fitnah, caci-maki, dan dihinakan oleh orang-orang jahiliyyah hanya karena menjalankan Syariah-Nya? Sementara para pemeluknya masih disibukkan dengan saling menghujat dan memakan daging saudaranya sendiri hanya karena berbeda wasilah? Ayah berharap mata hatimu bisa jernih saat 73 golongan ini saling mengklaim paling benar dan mengaku pengikut Sunnah kanjeng Nabi. ”Jadilah perekat dan pengikat dalam terbentuknya Jamaatul Muslimin yang dirindukan itu,”

Di saat para pemegang kebenaran bagai menggenggam bara. Jadilah Ghuroba, disaat kebenaran dimarjinalkan. Teruslah bergerak dalam pekerjaan-pekerjaan besar, dalam sunyi yang panjang, sampai Malaikat Izroil memanggilmu. Semoga ruh perjuangan Syaikh Ahmad Yasin, Al-Rantisi, Sholahuddin Al Ayyubi mengalir di darahmu. Dalam menapaki huru hara akhir zaman ini, sibghoh Islammu jangan sampai luntur nak. ”Sebab, tanpa Islam, kau adalah nol,”

Jika tahun 2030 Allah SWT menakdirkan runtuhnya kejayaan periode mulkan jabariyah. Tangan mungilmu ini harus bisa mengepal lebih kencang dihadapan Fir’aun-fir’aun modern, dan melantangkan ”Laa Ilaaha Ilallah Muhammad darrosulullah.” Kau harus mampu terus berjalan melewati lorong gelap kejahiliyahan, saat ummat sulit membedakan mana yang benar mana yang salah. Ingat nak, kau anak akhir zaman, kau harus menjadi anak peradaban yang dirindukan zamannya. Panca roba mengabarkan, alam raya sudah muak dengan rezim setan peradaban yang gemar merusak dan menumpahkan darah.

Jika Al Malik menghendaki tahun 2030 menjadi batas akhir sejarah rezim thoghut. Anak-anak zamannya ini harus tampil memenangkan pertarungan dan mengembalikan peradaban. Saat itu, jadilah pioner penumbang kebhatilan. Seperti para pemuda Ashabul Ukhdud yang merobohkan keangkuhan rasa ketuhanan rezim thoghut. Karena Rasulullah pernah mengabarkan, ”Setiap kurun waktu 100 tahun akan lahir para pembaharu.” Inilah sunatullah pertarungan. Maka jadilah bagian dari yang dijanjikan itu!

Sang sahabat menutup cerita dengan mendekap muka, kemudian ditatapnya cerah langit yang saat itu dihiasi ribuan bintang. Sejenak aku tertegun mendengar cerita kegelisahan hati sang sahabat. Akupun teringat pada keluargaku di rumah. ”Ya Allah jadikanlah anak-anak kami pemimpin bagi orang-orang sholeh.” lirih doa sang ayah di sepertiga malam yang sepi.**
Dikutip dari Facebook BSI (Bengkel Servis Iman)

0 komentar:

Posting Komentar

APA KOMENTAR ANDA ?

Salman El Fawwaz

Fawwaz Nyanyi

 

Wongatas Copyright © 2011 Wongatas is Designed by Ipietoon Kunjungi website pesantren di Pesantren La Tansa